Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 32



Bab 32

Bab 32

Pria ini sudah gila!

Wajah mungilnya menabrak dada pria yang kekar itu, hidungnya terasa sakit seperti menabrak dinding yang keras.

“Asta, saya sudah meminta maaf.” Samara melotot kepadanya: “Apa lagi yang kamu inginkan dariku?”

“Kamu ingin pergi begitu saja setelah memanfaatkan saya?”

Memanfaatkan? Tempramen buruk Samara langsung meledak, dan dia bertanya dengan ketus : “Siapa yang memanfaatkan kamu? Saya sudah memberi penjelasan kepadamu kan? Apa kamu harus mendesak orang dengan membawa-bawa alasan ini?”

“Bukankah kamu sudah memiliki ‘sayang’mu?”

“Benar! Tetapi apa hubungannya denganmu?”

Tangan besar Asta merayap dengan liar diantara dagu dan lehernya, suaranya lebih dingin dari udara di kutub.

“Karena kamu sudah ada yang punya, maka menjauhlah dari saya.”

“Itu….. Samara mengernyitkan alisnya, maksud sayang-ku disini adalah putranya, kenapa bisa disalahartikan menjadi pacarnya?

Barusan Samara ingin buka mulut menjelaskan, Asta sudah melepaskan pegangan di dagunya, dengan dingin dia berkata: “Nona Samara, jangan sampai saya mengetahui rahasiamu…. kalau saya sampai menangkap basah kelemahanmu, saya tidak akan melepaskanmu.”

Mereka saling bertatapan dalam jarak yang begitu dekat.

Dingin, muram, menakutkan, pandangan pria itu sangat mendalam sehingga susah ditebaknya.

Samana merasa dirinya sekarang seperti bayi yang baru lahir tanpa mengenakan apapun, dia tidak dapat menghindar dari tatapan matanya.

Asta, pria yang masih muda sudah menjabat sebagai pemimpin keluarga Costan, bahkan berhasil menaklukkan para letual dari keluarga Costan, ini membuktikan dia bukanlah sosok yang bisa dianggap enteng, sedangkan penyamanannya yang dia rasa sudah sempurna, apakah akan berhasil mengelabuinya?

Diawasi dengan kela oleh tatapan Asta van panas membara hati Samara seketika menjadi panik.

Kepanikannya tidak berlangsung lama, dengan cepat pikiran rasionalnya telah kembali.

Kenapa dia harus mengaku sendiri?

Mungkin saja ini hanyalah permainan Asta yang ingin menggertaknya, dia berupaya memancingnya tanpa mempunyai bukti yang kuat?

Boleh saja kalau dia ingin menangkap kelemahannya, asalkan dia punya bukti yang kuat, tetapi dia tidak akan bertindak bodoh dengan mengatakan apa yang tidak seharusnya dia katakan.

Bola mata Samara bergetar, sudut mulutnya mengait keatas: “Selera orang kaya memang aneh ya? Begitu banyak wanita cantik tidak suka, malah tertarik dengan wanita jelek seperti saya?”

Intonasi suaranya terdengar sangat santai waktu mengucapkan perkataan tersebut, tetapi mengandung sindiran yang kental terhadap Asta.

“Itu belum bisa dipastikan.”

Di tengah keterkejutan Samara, bayangan tubuh Asta telah lepas dari pandangannya.

Setelah Samara kembali ke kamar tamu, kepalanya terasa pusing, dia terus berusaha memahami apa maksud dari perkataan Asta.

Dia tidak tahu dimana letak kesalahannya yang menimbulkan kecurigaan Asia terhadap rahasianya? Tetapi berpikir sampai otaknya sakit pun Samara tidak berhasil mengetahui penyebabnya, akhirnya dia membiarkan persoalan ini lewat begitu saja.

Malam semakin larut, dia tidur dengan nyenyak sampai bermimpi, bahkan mimpi basah yang indah.

Mimpinya terasa sangat nyata, bibir pria itu yang lembut dan tipis mendarat di atas bibirnya, membakar hasratnya, tanpa putus putusnya terus menyerang.

Panas.

Terlalu panas.

Dan terlalu dalam.

Samara tidak puas hanya menjadi pihak yang diserang. Content © provided by NôvelDrama.Org.

Dengan penuh kebencian, dan nafsu yang tidak dapat dijelaskan, Samara membalas menggigitnya.

Samara seperti mendengar suara pria yang mengerang karena kesakitan, gara gara gigitannya ini nafsu birahi mereka berdua terbakar, seolah olah ingin membakar habis lawan mereka sampai menjadi abu.

Gesekan diantara bibir dan gigi, menyebabkan Samara merasa mimpi basah ini sudah terlalu nyata.

Ketika Samara tersadar dari mimpinya, dia menyadari di dalam kamarnya tidak ada orang lain selain dirinya sendiri.

Ada rasa sakit yang menyengat di bibirnya, dia mengangkat tangan kecil dan meraba bibirnya.

Jarinya terasa basah, setelah diamati……ternyata ada butiran darah yang berwarna merah.

Apakah mungkin…….

Apakah barusan dia terlalu mendalami mimpi basahnya, sehingga menggigit bibir sendiri sampai mengeluarkan darah?

“Phui phui phui, Samara, Samara!” Samara mengusap usap rambutnya, lalu bergumam sendiri : “Betapa lapar dan hausnya dirimu, sampai-sampai mengigit bibir sendiri hingga berdarah?”


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.